2011/01/10

PERADABAN ISLAM DI PERSIA


A.     PENDAHULUAN
Persia termasuk salah satu wilayah tempat pembibitan peradaban manusia yang permulaan. Dari wilayah ini dikembangkan kebijaksanaan dan wawasan mengenai berbagai pengalaman hidup bermasyarakat selama ribuan tahun. Peradaban manusia memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap perkembangan peradaban Islam tepatnya tahun 1930 M, Negara Persia bersama Iran, katanya di salah satu jalan silang utama yang menghubungkan antara Negara-negara Eropa dan Timur Tengah.
Adapun batas wilayahnya adalah sebelah utara berbatasan dengan Uni Soviet dan Laut Kaspia, sebelah timur dengan Palestina dan Afghanistan, sebelah barat dengan Turki dan Irak, sebelah selatan dengan Teluk Persia dan Teluk Oman.
Sebagian penduduk Iran (65 %) adalah suku Persia, selebihnya merupakan suku-suku Armenia, Turki, Mongol, Kurdi, Yahudi, Bakhtiar, masing-masing suku menggunakan bahasa maupun logat sendiri.
B.     SEKILAS SEJARAH BANGSA PERSIA
Sejarah negara dan bangsa Persia dimulai sejak tahun 500 SM. Awal tahun 100 SM terjadi penyerbuan suku-suku Persia dan Media. Kaum Persia menduduki daerah selatan. Dinasti Akhaememda memerintah daerah ini pada abad ke-6 SM sampai abad ke-3, selaku vassal dan raja-raja media dengan rajanya yang terkenal Danus Kekasarus dan putranya Cyrus. Raja terakhir dinsti ini Darus III Codamanus (336-331 SM) ditaklukan oleh bangsa Macedoma di bawah Alexander Agung. Kemudian daerah ini dukuasai oleh dinasti Selukida yang tidak berumur panjang. Sementara itu ada dua kerajaan yang berkuasa secara berturut-turut yaitu Hastasapas dan Sasapan.
Pada tahun 63 SM Iran mulai ditaklukan bangsa-bangsa Arab (Islam). Kemudian menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Islam. Sekitara tahun 100 M berdiri kerajaan Turki pertama di daerah Ghananoida yang beragama Islam. Awal pertengahan abad ke-11 suku-suku Turki menduduki seluruh wilayah Persia. Kekuasaan bangsa Turki berkembang sampai pertengahan abad ke-18, ketika dinasti Qadan ada di bawah kepemimpinan Angka Muhammad. Bangsa Mongol mulai menaklukkan wilayah ini pada abad ke-13. Dinasti II Khan dari bangsa Mongol berkuasa antara 1256-1336 M.
Sejak tahun 1880 M Iran terliat dalam konfrontasi menghadapi imperialisme Inggris dan Rusia, keadaan tersebut  mengakibatkan Iran terpecah dalam berbagai arus pengaruh 1914-1978 M. Iran Utara dikuasai Rusia, bagian selatan dikuasai Inggris. Tahun 1921 Reza Khan mengambil alih kekuasaan dan sejak 1922 M Ia menjadi Perdana Menteri dan berhasil menaklukkan dinasti Qadan.
Pengaruh barat atas Iran semakin meningkat terutama setelah kedatangan Amerika ke wilayah ini sebelum tahun 1947 M. Hal ini ditentang baik oleh golongan cendekiawan berhaluan kiri maupun golongan Islam ekstrem kanan yang bergabung dalam Front Nasional di bawah pimpinan Mossadeg yang kemudian menjadi perdana menteri pada tahun 1951 M. Pada tahun 1953 M terjadi langkah politik antara Shah Iran dan Mossadeg yang mengakibatkan digesernya Mossadeg dari kedudukannya.
C.     PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA INTERAKSI ISLAM PERSIA
Pada masa ini perluasan Islam ke seluruh arah timur mencapai sungai Oyus. Dakwah Islam pertama masuk ke Persia disampaikan oleh Nabi Muhammas SAW. Melalui surat yang dikirim kepada Lusia Abrun dan kerajaan Sasaniah pada tahun 8 H (M) Islam masuk ke Persia diawali pada masa pemerintahan Abu Bakar. Sekitar tahun 637 M pasukan Islam menang atau Persia di Kadisiah yang menyebabkan jatuhnya ibukota Selucia-Ctesiphon yang menandai berakhirnya perlawanan Persia. Selanjutnya melalui wilayah Persia Tenggara, Islam masuk ke Sind.
Keberhasilan gelombang pertama menjadi batu loncatan bagi perluasan yang dilakukan oleh Bani Umayyah. Islam berhasil menguasai propinsi-propinsi yang tadinya tergabung dalam kerajaan Persia, yang sebelumnya dilakukan oleh Islam dan agung. Karena wilayah ini merupakan salah satu tempat pembibitan peradaban manusia yang permulaan.
Setelah kedatangan Islam ke wilayah tersebut, terjadi akulturasi yang cukup kuat antara peradaban Islam dan perang bahkan sejak gerakan revolusi Abbadiah yang dikomandani oleh Abu Muslin Al-Khurasani, berbagai unsure peradaban Persia mewarnai perkembangan peradaban Islam, di antara pendukungnya berasal dari suatu gerakan protes orang-orang Persia terhadap dominasi Arab yang diberlakukan oleh penguasa-penguasa Bani Umayyah, pemindahan ibukota  kekuasaan dari Damaskus ke Bagdad dapat dipandang sebagai orientasi baru yang mengarah ke Bangsa Timur (khususnya Persia).
D.     DINASTI ISLAM YANG PERNAH BERKUASA DI PERSIA
Setelah berabad-abad Islam di Persia, daerah ini memberikan  perlindungan bagi berbagai dinasti kecil yang akarnya ada di masa lalu Sasaniah bahkan salah satu diantaranya Baduspaniah, tetap bertahan hingga masa Syah Abbas dari Safawiah (akhir abad ke-16).
Di antara dinasti lokal Iran ini adalah adalah dinasti Bawondian di Tabaristan (yang kemudian disebut Kazandaran), dinasti ini bertahan tahun lamanya, sampai zaman Al-Khamah. Ini terjadi karena faktor geografi yang mengisolokasikan daerah ini penguasa-penguasa Bawandiah memiliki gelar Iran Ispahbad (penempuh militer) yang sering disebut Mukuh Al-Jabal (Raja-raja gunung) karena mereka berhasil mempertahankan kekuasaan di gunung-gunung.
Di samping Bawandiah terdapat dinasti Thahiriyah dan Musafiriyah atau Safariyah atau Kangariyah antara tahun 916-1090 M. Dinasti ini dibangun oleh Muhammad bin Musafir yang menguasai benteng-benteng utama Tharom dan Samiran di Dailam. Dinasti ini memperluas wilayahnya sampai Azerbaijan dan Arran, bahkan ke Darban di Pantai Kaspia.
Rawwadiah dan Tabriz dan Azzarbayah adalah orang-orang Arab dan suku Azd, salah satu suku di Yaman. Pada awal periode Abbasiyah, orang-orang Rawwadiah menjadi gubernur Tabriz. Dinasti ini dibangun oleh Muhammad bin Husain Al-Rawwadi pada awal tahun ke-10 M. Pada pertengahan abad ke-11 dinasti ini menyerah dan menjadi bawahan Seljuk. Sebelum datangnya Seljuk abad ke-10 dan awal abad ke-11 di Persia Utara berkuasa Dinasti Syaddadiah yang dipimpin oleh Muhammad bin Syaddad.. Keturunan dinasti ini masih disebut-sebut hingga akhir abad ke-12. Dinasti ini terutama diDum sebuah kota di Armenia.
Buwaihiah termasuk yang paling kuat dan paling luas wilayahnya, sebelum datangnya Seljuk. Dinasti ini berhasil mendominasi pemerintahan Abbasiyah dengan menduduki posisi Amir yang bergelar Amir Al-Umara (panglima tertinggi).
Buwaihiah adalah penganut Syi’ah itsna Asy’ariyah yang moderat. Pada masa kekuasaannya, terjadi sistemisasi dan intelektualisasi teologi Syi’ah.
Selama kehancuran Buwaihiah, di Persia Barat berdiri dinasti Kakuniyan. Dinasti ini berkuasa secara independen dari tahun 1008-1051 M. Selanjutnya sampai tahun 1119 M menjadi bawahan kekuasaan Seljuk. Penguasa-penguasa dinasti ini adalah Ala’ Al-Daulah Muhammad yang dikenal dengan panggilan ibn kakuya (kaku=paman).
Sementara itu, di Khurasan, gubernurnya yang diangkat Al-Makmun, Thahir bin Al-Husain, melepaskan diri dari pusat pemerintahan Baghdad dengan menyebut kekuasaannya sebagai dinasti Thahiriyah pada tahun 821 M. Usia  dinasti ini tidak cukup panjang, karena ia hanya bertahan sampai tahun 873 M.
Posisi Thahiriyah di Khurasan kemudian digantikan oleh Samaniyah. Dinasti ini menganut paham Sunni yang tegas, sehingga dia menguasai wilayah-wilayah yang menjadi kubu ortodoksi. Dinasti lain yang pernah menguasai perjalanan sejarah Persia adalah Seljuk. Kesultan Seljuk merupakan suatu negara yang teratur secara Hierarkhis dengan memakai pola Persia-Islam dan didukung oleh kekuatan militer yang tangguh.
Dinasti-dinasti penting yang dapat dikatakan lebih mandiri dalam kekuasaannya di Iran antara lain :
  1. II Khaniah (1256-1353 M)
            Sejarah Iran dari abad ke-13 hingga 18 mengalami perkembangan cultural dan instusional. Dari zaman terdahulu Iran mewarisi peradaban pertanian dan rezim monarkis. Imperium Seljuk telah mewariskan pola-polanya yang khas berupa elit militer perbudakan dan bentuk administrasi iqtha’.
            Meskipun menghadapi banyak pertentangan, baik dengan pihak luar maupun tekanan dari dalam, periode II-Khan merupakan periode kemakmuran bagi Persia. Ibukota II-Khaniah, Tabriz dan Maragha, menjadi pusat-pusat ilmu pengetahuan khususnya penulis sejarah dan ilmu-ilmu kealaman, seperti: Al Juwaini (1226-1283 M), Futub Al-Buldan (History of the world Conquerors) dan lain-lain.
  1. Timuriah (1370-1505 M)
            Rezim II-Khan berlangsung antara tahun 1256-1336. Rezim ini berakhir dengan terpecahnya kekuasaan menjadi sejumlah negara propinsial yang terlibat dalam persaingan satu dengan yang lainnya. Beberapa negara kecil yang menggantikannya akhirnya tersedot ke dalam kekuasaan imperium baru yang dibangun oleh Timur Lenk (Tamarlane, 1370-1405 M) dan keturunannya yang memperkenalkan sebuah fase perkembangan kultur kerajaan Iran.
            Dalam menegakkan kekuasaannya, Timur didukung oleh elite Muslim setempat termasuk Syaikh Al-Islam di Samarkand dan kalangan sufi yang menjadi penasihat spiritualnya. Tokoh-tokoh agama Islam bekerja kepadanya sebagai Qadli, diplomat dan turtor bagi pangeran-pangeran muda.
            Sepeninggal Timur (wafat tahun 1405 M), imperium Timuriah dibagi menjadi dua wilayah yang masing-masing menjadi pusat yang penting bagi kultur Iran. Transoxiana menjadi kota pusat kemajuan arsitektur, filsafat dan ilmu-ilmu ke-Islaman serta melahirkan sebuah varian baru peradaban imperium Islam-Iran.
            Di bawah pemerintahan Timuriah, Herat menjadi pusat kultur muslim yang kedua, Sultan Husyain membangun kota Herat sebagai pusat bagi kultur kesultanan di Turki.
            Ekspresi yang cukup krusial dari otoritas kepemimpinan suku di dalam masyarakat Turki-Mongolia adalah Uymag (Negara keluarga). Kepala Uymag mengerahkan dukungan militernya untuk mengumpulkan pajak dari warga dan untuk mendirikan sebuah pemerintahan lokal di wilayah perbatasan.
            Akibat invasi Mongol, suksesi beberapa rezim yang tidak stabil, dan campur tangan kalangan Turki tumbuh bentuk-bentuk baru organisasi social keagamaan di Iran. Para sufi tampil sebagai pemimpin yang memberikan jawaban terhadap kebutuhan atas perlindungan politik dan kebangkitan spiritual.
  1. Dinasti Samawiah (1501-1732 M)
            Negara Samawiah dinisbahkan kepada nama seorang guru sufi di Ardabil, yaitu Syeikh Ishak Saifuddin (wafat tahun 1334 M). Ia mendirikan tarekat di Ardabil, Azerbaijan yang kemudian diberi nama Safawiah. Ia memiliki murid Tarekat yang sangat kuat berpegang pada ajaran agama.
            Gerakan tarekat tersebut semakin penting artinya terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia.
            Demikian halnya dengan gerakan tarekat Safariyah. Setelah berhasil menyebarkan pengarahannya di berbagai wilayah, mereka mulai mengatur kekuasaan. Propaganda yang gencar dilakukan oleh para penerusnya dalam upaya mengembangkan kekuasaan di sekitar Anatolia. Yang pada masa itu di bawah kekuasaan dari Qayamlu dan Aq-Quyunlu, dua di antara suku kuat Turki.
            Safawiah mempunyai pola pemerintahan yang teokratik, sebab para penguasa bukan saja mengaku sebagai keturunan Ali, namun juga mengklaim berstatus sebagai titisan para Imam Syiah, bahkan Ismail I mengaku sebagai penjelasan tuhan, sinar ketuhanan dari Imam yang tersembunyi dan Imam Mahdi. Ia memakai gelar bayangan tuhan di bumi, meniru gelar yang dipakai oleh raja-raja Persia. Kerajaan Safawiah memiliki kemudahan dalam melakukan konsolidasi pemerintahan.
            Kekuasaan Turki Utsmani di sebelah barat dan Uzbeg di sebelah timur memang mirip musuh bebuyutan kerajaan Safawiah. Karena kekuatan yang seimbang, Safawi tidak berhasil mengalahkan Turki Utsmani.
            Abbas I (1558-1628 M) mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani dengan konsekuensi ia harus menyerahkan wilayah Azerbaijan Georgia dan sebagai Khuziztan. Di samping itu Abbas janji tidak akan menghina khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar dan Usman) dalam khotbah-khotbah Jum’at.
            Masa kekuasaan Abbas I (kemudian diberi gelar Abbas Syah yang agung) merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawiah. Beberapa hal yang dilakukan oleh Abbas I perlu ditegaskan di sini yaitu :
1.Pertama : melakukan persekutuan dengan orang-orang Kristen, dengan          Inggris melawan Usmani, mendorong pedagang bangsa Belanda   dan Inggris di Bandar Abbas, juga menjalani hubungan diplomatik dengan bangsa Eropa.
2. Kedua :      Mengubah rakyat Iran dari paham Sunni menjadi Syi’i.
3. Ketiga :      Anehnya Abbas I, begitu juga beberapa raja yang lain, bersifat    bengis terhadap anak-anaknya sendiri, karena khawatir akan    merebut kekuasaan dari tangannya.
4. Keempat : kegiatan pembangunan fisik pada masa Safawiah ini sangat          menonjol.
            Untuk memperkokoh otoritasnya tersebut, Safawiah berusaha memantapkan Syi’isme di Iran. Syi’ah dijadikan sebagai madhb resmi negara. Dilakukan dalam memperluas dukungan dan mengkonsolidasikan otoritas Syi’ah. Ali Al-Kharakhi (1465-1534 M) mendirikan madrasah Syi’ah yang pertama di Iran.
            Pada periode-periode awal, otoritas yang syah terhadap kegiatan keagamaan benar-benar dominant. Perayaan di bulan Muharram merupakan agenda penting dalam pemerintahan Safawiah.
            Untuk mendukung penerapan agama resmi, rezim Safawiah melancarkan program untuk mengelimiur seluruh paham yang berbeda dengan paham Syi’ah Itsna  Asy’ariyah.
            Reformasi militer dan administratif Syah Abbas sebagian didanai dengan usaha perdagangan yang cermat. Dia menggairahkan produksi sutera dan memasarkan hasilnya melalui pedagang yang terkontrol oleh negara, dengan membawa pedagang Armenia ke Isfahan dan menjadikan mereka perantara antara Syah dan pelanggan asing. Abbas I membangun pabrik untuk memproduksi barang-barang mewah baik untuk keperluan sendiri maupun untuk dijual dalam perdagangan internasional. Karpet yang semula merupakan industri istana, dipusatkan di pabrik-pabrik segar di Isfahan. Sutera juga jadi industri kerajaan yang hasilnya dijual ke Eropa.
            Orang Inggris yang pertama kali ke Iran adala Anthony Sherly dan Robert Sherley, mereka berinisiatif agar bangsa Iran memasuki perdagangan iternasional. Mereka datang pada tahun 1589, dan pada tahun 1616 the English East India Company (EEIC) memperoleh hak untuk berdagang secara bebas di Iran. Bangsa Inggris membantu Abbas I mengusir Portugis dari Pelabuhan Teluk Persi di Humuz dan membangun Bandar Abbas sebagai pelabuhan baru.
            Prestasi lain dari Safawiah adalah pembangunan ibukota baru yaitu Isfahan. Merupakan kota yang sangat penting bagi perkembangan politik, ekonomi Iran, dan sebagai simbol legitimasi dinasti Safawiyan. Isfahan sangat penting kedudukannya bagi perekonomian negara, sebab merupakan pusat industri dan kegiatan pemasarannya semua kegiatan perekonomian itu berada di bawah pengawas petugas perpajakan negara. Kota ini juga sebagai symbol vitalitas Islam-Iran. Pada tahun 1666 M, Isfahan memiliki 162 masjid, 48 perguruan, 162 caravasaries, dan 273 tempat pemandian umum yang hampir seluruhnya dibangun oleh Abbas I dan Abbas II.
            Di bidang seni, Safawiyah juga memiliki prestasi yang cukup diakui. Pada tahun 1510 M sekolah seni lukis Timuriah dipindahkan dari Herat ke Tibriz. Bahzas (seorang pelukis terbesar pada saat itu), Syah Tahmasp (seorang seniman besar). Dari sekolah seni lukis tersebut terbitlah sebuahedisi Syah Nameh (buku tentang Raja-raja) yang memuat dari 250 lukisan dan merupakan salah satu karya besar seni manuskrip Iran.
            Kerajaan Safawi juga mengukir sejarah perkembangan tradisi keilmuan. Dalam sejarah Islam, Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dab bersahaja dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Banyak ilmuwan lahir dan berkembang pada masa pemerintahan kerajaan Safawiah. Yang masih hidup pada masa itu adalah Baha’ Al-Din Al-Amili (generalis ilmu pengetahuan), Sadr Al-Din Al-Syirazi (filosof) dan Muhammad Baqir bin Muhammad Damad (filosof ahli sejarah, teolog yang pernah mengadakan observasi atas kehidupan lebah).
            Pada masa kekuasaan Safawiyah, yang tampaknya dibangun atas kepentingan ideologi Syi’ah. Ini memang bentuk konsekuensi logis dari situasi dan kondisi yang melatarbelakangi kelahirannya. Ia tampak beroientasi ke Syi’ahan karena ia mengemban misi Syi’h. Tanda-tanda kehancuran kerajaan Safawiyah sudah kelihatan ketika pemerintahan dipegang oleh Sulaiman. Pemerintah melakukan penindasan dan pemerasan. Penindasan juga dilakukan terhadap para ulama dan penganut pahan Sunni dengan memaksakan paham Syi’ah. Keadaan bertambah buruk ketika kekuasaan dipegang oleh Sultan Husein II. Penduduk Afghan bagian dari Iran adalah penganut Sunni. Mereka ditindas oleh penguasa. Ketikamereka tidak tahan lagi atas penindasan yang dilakukan oleh penguasa mereka pun melakukan pemberontakan di bawah pimpinan Amir Kandahar, Amir Mahmudkhan, berhasil menguasai Herat dan Masyhad, kemudian merebut ibukota kerajaan Isfahan pada tahun 1772 M.
            Pada masa Safawiyah Iran melakukan perubahan yang luar biasa berkaitan dengan hubungan negara dan agama. Islam digunakan sebagai pemersatu masyarakat ke dalam gerakan moral dan politik. Yang lebih besar, bentuk-bentuk institusi kenegaraan, kesukuan dan institusi. Keagamaan Safawi yang diciptakan oleh Abbas I telah mengalami perubahan secara mencolok pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18. Abad ke-16 dan awal abad ke-17 memiliki kecenderungan untuk memperkuat kekuasaan negara dan membentuk keagamaan kalangan Syi’i. Sedangkan periode berikutnya mengantarkan pada sebuah kemunduran yang tajam bagi dinasti Safawiyah.  
  1. Dinasti Qajar (1785-1925 M)
            Nadir Syah digantikan oleh Karim Khan, pemimpin koalisi kelompok kesukuan Zanddi Iran barat. Rezim ini berlangsung secara efektif dari tahun 1750-1779 M. Rezim ini berakhir dengan memberikan jalan bagi kelompok Qajar. Tahun 1779 M kelompok Qajar menyalahkan Zandan mendirikan sebuah dinasti yang berlangsung hingga tahun1924 M, kekuasaannya berlangsung 1795-1925 M.
            Iran berada di bawah dominasi ekonomi dan politik dari kekuatan-kekuatan besar, khususnya Inggris dan Rusia. Tahun 1889 M Imperial Bank of Persia didirikan. Tahun 1890 M perusahaan Inggris diberi hak monopoli industri tembakau. Pada tahun 1891 M dibentuk Bank of Peria, dan tahun 1890-an Rusia menjadi investor terbesar dalam mengucurkan pinjaman kepada Syah Iran. Tahun 1907 perjanjian antara Inggris dan Rusia membagi Iran menjadi dua wilayah. Wilayah bagian utara dan selatan dengan satu wilayah. Netral yang membatasi keduanya. Rusia dan Inggris juga memberi kesempatan kepada Iran untuk mempertahankan kemerdekaannya dan keutuhan kerajaannya secara nominal, tetapi keduanya berusaha menguasai Iran secara efektif.
            Membangkitkan Qajar untuk memoderenisasi dan memperkokoh perangkat kenegaraan. Nasir Aldin (1848-1896 M) mengorganisasikan sebuah sistem militer yang mengharuskan masing-masing daerah untuk mensuplai sejumlah tentara atau membayar sejumlah uang yang sepadan untuk menggaji mereka. Reformasi Qajar tidak mampu menjalankan sentralisasi kekuatan negara dan tak berdaya campur tangan pihak asing. Ulama menjadi musuh utama pengaruh asing dan bagi negara sendiri yang menjadi kolaborator asing. Pada pemerintahan Nasir Aldin Syah yang berada di bawah pengaruh Mirza Taqikhan. Pemerintah berusaha mempersempit otoritas ulama. Posisi ulama diperkuat oleh para pedagang, pengrajin, kaum intelektual modernis Islam didikan barat, membentuk perlawanan nasional yang pertama terhadap Qajar. Puncak pergolakan terjadi pada krisis konstitusional yang mengantarkan kepada penyelenggaraan siding dewan konstituante nasional pada tahun 1996. Dewan ini menciptakan konstitusi yang menempatkan Syah di bawah pemerintahan parlementer dengan Islam sebagai agama Islam resmi.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar